Jumat, 20 Januari 2012

Hubungan Pancasila dengan Ideologi Islam

Islam adalah Al Qur’an dan Pancasila adalah UUD 45. Kedua ideologi ini adalah dasar hidup yang berbeda asal-usul dan tujuannya. Apa tujuan Allah menciptakan manusia tentunya sudah sangat diketahui oleh kita semua. Sedangkan Pancasila tentunya juga sudah menjadi pengetahuan publik Indonesia khusunya, yaitu untuk mempersatukan kemajemukan bangsa Indonesia. Macam-macam budaya, ras dan agama dari Sabang sampai Merauke haruslah disatukan dalam sebuah ikatan agar Indonesia tidak terpecah belah.
Islam adalah salah satu keyakinan umat manusia yang di dalamnya penuh dengan aturan-aturan atau etika, yang sesuai dengan fitrah manusia. Dan dalam menjalankan seluruh aktifitasnya pun diatur dengan norma-norma, misalnya cara kita shalat kita berdagang dan yang lainnya itu diatur dengan ilmu syariat Islam, untuk mengenai keyakinannya diatur dengan ilmu tauhid Islam. Secara generik, Islam adalah agama yang membawa misi pembebasan dan keselamatan.
Atas dasar ini, Islam adalah agama tidak hanya menjadi agama yang membawa wahyu ketuhanan, melainkan agama yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan (ZuhairiMisrawi,2003: 48) . Jadi seluruh aktivitas manusia diatur oleh norma yang ada yang sesuai dengan yang diperlukannya, karena dalam Islam sudah terdidik dengan gaya demokrasi hingga sekarang diyakini sebagai model dan sistem terbaik untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang adil.
Begitu juga dengan Pancasila ketika masuk pada hati nurani bangsa Indonesia diterima secara langsung sebagai barang jadi tanpa ada kritikan dari masyarakat sekalipun, sehingga sampai sekarang banyak kaum intelek ingin mengubahnya terutama dalam cara menafsirkannya. Akan tetapi pada masa pemerintahan orde baru rakyat dan para intelek terkekang dengan sistem atau struktur yang ada, namun setelah rezim orde baru digulingkan pada bulan Mei tahun 1998, di sanalah amuk masa mulai berani mengkritisi fenomena yang ada terutama masyarakat atau ormas Islam yang mengusung syariat Islam harus diberlakukan dan sebagai referennya adalah Piagam Jakarta, akan tetapi pada kenyataannya susah untuk diterapkan, melainkan kita harus ada pada posisi kenetralan, untuk menghindari bentrokan antara Islam dan Pancasila, sehingga antara Islam dan Pancasila ada pada posisi yang sama tidak ada yang dinomorsatukan melainkan saling menunjang antara undang-undang dalam Islam dan Pancasila sebagai aturan negara.
Pancasila itu kebudayaan, tidak sakral, ia bisa berubah, negara NKRI juga kebudayaan, tidak sakral, bisa berubah menjadi kerajaan bisa menjadi federal, bisa dijajah. Agama Islam ada sisi yang bersifat mahdlah, murni, tak boleh diubah, tidak ada ruang kreatifitas. Tetapi kebudayaan Islam itu hasil pemikiran manusia yang diilhami oleh ajaran Islam, maka karena kebudayaan itu ruang kreatifitas maka kebudayaan Islam bisa berubah, bisa berbeda-beda pandangan, berbeda mazhab.
Menerapkan syariat Islam ke dalam kehidupan bernegara adalah proses pembudayaan, karena negara dan Panca Sila itu kebudayaan, maka prosesnya antara lain melalui Piagam Jakarta yang berbunyi, negara berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya (Piagam jakarta juga kebudayaan). Konstitusi kita sudah memberi peluang untukmemasukkan nilai-nilai syariat Islam ke dalam Undang-Undang, maka sudah ada undang-undang Haji, undang-undang Perkawinan, undang-undang wakaf, undang-undang Zakat.
Pancasila berposisi strategis, yaitu menjadi titik temu (Common Denominator) atas banyak perbedaan. Nilai-nilai normatif Pancasila tidak ada gunanya dipertentangkan dengan nilai-nilai agama. Pancasila bukan benda keramat, selain merupakan suatu konsensus nasional yang terkait dengan pengaturan kehidupan kebangsaan. Beragam pandangan politik Islam tumbuh di Indonesia. Dan selama mereka tidak memperjuangkan pandangannya melalui jalur kekerasan, negara tidak berhak memberangusnya. Di dalam demokrasi, perbedaan adalah taman sari. Dan alangkah eloknya apabila yang berkembang adalah dialog dan toleransi, bukan konflik dan permusuhan.
Bangsa Indonesia patut bersyukur mempunyai Pancasila, sehingga tidak ada diametral ideologi agama versus sekularisme seperti di Turki. Walaupun harus diakui masih banyak ganjalan terkait dengan hubungan antara agama dan negara yang perlu dituntaskan, demokrasi telah memberikan kesempatan kepada semua kalangan dalam prinsip antara lain kesetaraan dan imparsialitas. Demokrasi politik menjadikan kekuatan-kekuatan politik terkuantifikasi dalam pemilu.